Laman

Rabu, 09 September 2009

Widyaiswara Bukan Hanya Sebagai Jabatan Karir Pinggiran

By mhasan

Oleh : M. Hasan Syukur, ST *)

Wacana/pandangan banyaknya PNS yang menjadi widyaiswara setelah dia tidak menjabat dalam struktural eselon I sampai dengan eselon IV atau mau menjadi widyaiswara hanya untuk memperpanjang usia menjelang pensiun “semoga” tidak lagi terjadi. Karena widyaiswara juga berperan penting dalam kegiatan kediklatan, seperti kita ketahui jabatan fungsional widyaiswara mempunyai tugas pokok yaitu dikjartih (mendidik, mengajar dan melatih)

Secara tegas jabatan struktural merupakan suatu jabatan yang secara tegas ada pada struktur organisasi bagi PNS yang memiliki potensi dominan untuk memimpin, dalam Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menurut Peraturan Menteri ESDM Nomer 0030 tahun 2005, Eselon I adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Badan, ada juga eselon I B yaitu para Staf Ahli Menteri, sedangkan eselon II adalah Para Kepala Biro, Direktur, dan Kepala Pusat. Untuk eselon III disebut Kepala Bagian atau Kepala Bidang, dan eselon IV disebut Kepala Subbagian atau Kepala Subbidang. Sedangkan pengertian jabatan fungsional PNS menurut PP No. 16 Tahun 1994 adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Secara tegas dapat dikatakan bahwa jabatan fungsional merupakan suatu jabatan yang tidak tampak dalam struktur organisasi tapi fungsinya diperlukan organisasi bagi PNS yang dinilai mempunyai potensi yang profesional. Pada Pasal 19, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 101 Tahun 200 tentang Pendidikan dan Pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil, menyebutkan bahwa tenaga kediklatan adalah : Widyaiswara, pengelola Lembaga Diklat Pemerintah, dan Tenaga Kediklatan LainnyaMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara juga mengeluarkan peraturan yaitu PERMENPAN Nomer 66 tahun 2005, pada pasal 1 disebutkan Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengembangan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada Lembaga Pendidikan dan Latihan Pemerintah; Definisi yang sering dimuat dari berbagai peraturan yang dikeluarkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) tentang Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah.

Menurut PERMENPAN Nomer 66 tahun 2005 dijelaskan bahwa ada empat tingkatan widyaiswara, yakni : Jenjang pangkat Widyaiswara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu: a. Widyaiswara Pertama untuk Penata Muda, golongan ruang III/a dan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b. b. Widyaiswara Muda untuk Penata, golongan ruang III/c dan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. c. Widyaiswara Madya untuk Pembina, golongan ruang IV/a, Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b dan Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c. d. Widyaiswara Utama untuk Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d dan Pembina Utama, golongan ruang IV/e. Kepada mereka diberi tunjangan jabatan fungsional sesuai Peratura Presiden RI Nomer 52 Tahun 2006, yang besarnya Widyaiswara Utama Rp. 1.230.000, Widyaiswara Madya Rp. 958.000, Widyaiswara Muda Rp. 660.000 dan Widyaiswara Pertama Rp. 278.000Dalam acara pembekalan widyaiswara yang diselenggarakan oleh Badiklat ESDM, terungkap bahwa profesi widyaiswara merupakan profesi yang mulia dan menjadi ujung tombak pembinaan SDM aparat pemerintah.

Bapak Giri SS.,MA., narasumber dari Direktorat Pembinaan Widyaiswara LAN-RI mengungkapkan bahwa widyaiswara secara harfiah artinya adalah pembawa kebenaran (atau suara yang baik, dari kata widya=baik, dan iswara=suara), Dengan demikian Jabatan Widyaiswara bukanlah jabatan karir yang terbuang/ terpinggirkan, karena Pemerintah bahkan Presiden Republik Indonesia mengakuinya. Widyaiswara bukanlah jabatan yang terhenti sampai disitu saja atau tugas yang diberikan menjelang purna tugas, namun bilamana seorang widyaiswara berprestasi maka dapat “dipromosikan” kembali untuk menduduki jabatan struktural. Mengingat pentingnya peran widyaiswara, maka diperlukan pembinaan dan pengembangan yang sungguh-sungguh dimulai dari rekruitmen. Melalui rekruitmen yang baik dan tepat akan dapat dipilih calon-calon widyaiswara yang profesional yang memiliki kualitas memadai sesuai dengan kompentensi yang diharapkan. Kualitas menjadi penting dan merupakan keharusan karena widyaiswara adalah unsur inti dalam proses diklat selanjutnya.

Dalam Permenpan 66 tahun 2005 disebutkan bahwa tugas widyaiswara yang dapat dipergunakan untuk mencari angka kredit ada 22 macam yaitu tugas utama dan tugas penunjang yang terdiri dari : Melakukan analisis kebutuhan diklat, menyusun kurikulum diklat, menyusun bahan ajar, menyusun GBPP/SAP/transparansi, menyusun modul diklat, menyusun tes hasil belajar, melakukan tatap muka di depan kelas, memberikan tutorial dalam diklat Jarak Jauh, melakukan pengamatan proses diklat, mengelola program diklat sebagai penanggung jawab dalam program diklat, mengelola program diklat sebagai anggota dalam program diklat, membimbing peserta diklat dalam penulisan kertas kerja, membimbing peserta diklat dalam praktik kerja lapangan, menjadi fasilitator/moderator/narasumber dalam seminar/ lokakarya/diskusi atau yang sejenis, memberikan konsultansi penyelenggaraan diklat, melakukan evaluasi program diklat, mengawasi pelaksanaan ujian pada diklat, memeriksa jawaban ujian pada diklat; Dan tugas penunjang terdiri dari : peran serta dalam seminar / lokakarya, keanggotaan dalam organisasi profesi, perolehan gelar kesarjanaan lainnya yang diakreditasikan, perolehan Piagam Kehormatan/Tanda Jasa. Namun sayangnya begitu beratnya tugas widyaiswara dalam penyelenggaraan diklat masih adanya kesejahteraan yang kurang pada widyaiswara dibanding dengan yang notabene “jabatan yang belum diakui pemerintah”. Lebih jelasnya adalah insentif bulanan seorang widyaiswara masih disamakan dengan insentif yang diterima oleh seorang staf. Alasan yang paling sering digunakan adalah widyaiswara sudah mendapatkan honor pada saat mengajar, sebuah alasan wajar yang berasaskan keadilan.

Padahal kalau dilihat honor mengajar juga belum “standar”, karena sebelum mengajar widyaiswara mau tidak mau harus mempersiapkan materi untuk disampaikan kepada peserta diklat, mulai dari bahan ajar sampai dengan transparansi dan soal ujian serta memeriksa hasil ujian. Untuk membuat bahan ajar saja, widyaiswara kadang “membeli” kertas dan tinta sendiri. Dengan fenomena seperti ini tidaklah mengagetkan kalau profesi/ jabatan widyaiswara, kurang menarik bagi PNS karena kurangnya kesejahteraan dan kekuasaan yang dimiliki. Padahal sebagai instansi yang mempunyai tugas dan fungsi kediklatan, Widyaiswara merupakan roh bagi suatu Badiklat atau Pusdiklat.Mungkin ini karena widyaiswara belum mendapat tempat di rumahnya sendiri.

*) M. Hasan Syukur,ST adalah Pejabat Fungsional Widyaiswara Pertama Pusdiklat Migas – Cepu

FIRST ENTRY...


Kamis, 10 September 2009....Hari yang indah...awal aku memulai membuat blog ini...

Sebelumnya aku sudah mempunyai blog dengan nama jofanasha.wordpress.com yang sudah mulai aktif sejak awal Januari tahun 2009...dalam blog itu lebih berupa arsipku mulai artikel, diary, quote dan hal lain yang bertujuan untuk membuat aku fresh karena rutinitas...karena semua hobbyku masuk disitu..

Di blog ini aku akan menuliskan semua hal yang nantinya berhubungan dengan pekerjaanku sebagai seorang widyaiswara...aku butuh tempat untuk arsip semua yang berhubungan dengan widyaiswara dan pembelajaran (learning). Sengaja aku memasang foto teman-teman sekelas diklat calon widyaiswara, mudah-mudahan mereka tidak keberatan. Dan pada akhirnya aku berharap semoga blog ini bermanfaat bagi yang membutuhkan...bagi yang mau menyumbang tulisan...silahkan lho.....